MASYAALLOH .... tradisi MENYUNAT/KHITAN bayi perempuan DALAM ISLAM ternyata bisa berpengaruh terhadap libid*nya, pantas saja zaman sekarang tingkah para gadis selalu bikin gerah
ilustrasi |
Sa’ati, dalam Bulughul Amani, berkata, “Hikmah disyariatkannya khitan –sebagaimana dinyatakan Imam Ar-Razi- bahwa kulit ujung dzakar sangat sensitif. Bila ujung dzakar selalu tertutup kulup,
maka kenikmatan saat bersenggama terasa luar biasa. Namun, bila kulup dipotong, maka ujung dzakar menjadi lebih tebal dan kenikmatan pun berkurang. Hal ini selaras dengan syariat kita, yakni
mengurangi kenikmatan dan tidak menghilangkannya sama sekali, sebagai bentuk sikap pertengahan antara berlebihan (ifrath) dan tak ada sama sekali (tafrith).
Sa’ati berkata, “Hal di atas juga berlaku pada khitan wanita, berdasarkan riwayat Abu Dawud, Hakim dan Thabrani, bahwa Nabi n berkata pada Ummu ’Athiyyah –tukang khitan anak-anak
perempuan–, “Khitanilah dan jangan berlebihan. Sebab, itu lebih mencerahkan wajah –yakni air dan darah yang mengalir ke wajah bisa lebih banyak– dan lebih nikmat saat bersama suami,” yakni lebih baik bagi suami saat menggaulinya, lebih disukai suami, dan lebih mengggairahkan. Pasalnya,
apabila tukang khitan mengambil seluruh organ khitan (klitoris), maka birahi si wanita loyo sehingga ia tidak bergairah untuk berhubungan intim. Akibatnya, kenikmatan suami berkurang.
Namun, jika wanita dibiarkan apa adanya dan organ khitannya tidak dipotong sama sekali, maka syahwatnya akan tetap meluap-luap sehingga ia tidak cukup terpuaskan dengan hubungan intim
suaminya. Akibanya, ia dapat terperosok dalam perzinaan. Jadi, memotong sedikit ujung klitoris berfungi untuk menyeimbangkan syahwat dan perilaku.
Komentar
Posting Komentar